Senin, November 30, 2009

Nightmare...

Hal terbaik yang paling saya sukai dari sebuah mimpi buruk adalah bahwa ia hanyalah sebuah mimpi! Begitu terjaga, hal buruk itu hilang! dia bukan kenyataan...
Bagaimana denganmu, sob? Pernah punya pengalaman dengan mimpi buruk?




Minggu, November 22, 2009

Mentalitas Kepiting!

Mie Aceh Kepiting! Hmm...yummy...khususnya buat yang tidak ada masalah dengan alergi. Tapi sekali ini, bukan tentang kelezatan kepitingnya...tapi mentalitasnya!

Halah...apa-apaan ini!


Ceritanya, saya jadi dapat ilmu saat baca halaman "nama dan peristiwa" di harian Kompas terbitan duapuluh November duaribu sembilan. Alkisah Manny Pacquiao -susahnya namanya dieja- saat sedang bungah setelah memenangkan gelar kelas welter dari WBO di Vegas -berarti dia petinju, to?- disaat yang sama dia harus berhadapan dengan gosip seputar cinta dan perselingkuhan...

Terlepas gosip itu sekedar gosip atau karena ada api ada asap, yang menarik adalah ucapannya: "Mari kita hindari apa yang saya sebut sebagai mentalitas kepiting". Hmmm...mentalitas kepiting? Baru dengar deh...

Saya lanjut menyimak, mentalitas kepiting adalah merujuk pada ungkapan yang biasa digunakan untuk menggambarka kemiskinan di Filipina...-oh, jadi dia dari Filipina, to?-

Saat seekor kepiting meregangkan sapitnya untuk berusaha keluar dari tong, kepiting-kepiting lain yang berada di dasar tong berusaha menariknya untuk masuk lagi.

Jadi, apakah kira-kira maksudnya disaat seseorang ada tanda-tanda meraih keberhasilan...ada saja orang yang ngiri dan kemudian berusaha untuk menjatuhkannya?...

Bagaimana pendapatmu, sob? Ada pengalaman?


Kamis, November 19, 2009

comfort zone?....

Apa kata dunia seandainya anda seorang pekerja kemudian berkata, "Saya ingin berhenti kerja!", atau "saya ingin pensiun dini"....
Pasti banyak yang protes dan menganggap anda tidak bersyukur..."Orang banyak yang cari kerja kok, ini malah menyia-nyiakan pekerjaan!"..."wah, ini tak tahu diuntung!"....
Begitulah orang, sawang sinawang, hanya bisa saling melihat tanpa kita dapat menyelami apa yang sebenarnya dialami atau terjadi terhadap orang yang lain.

Yang pasti, dalam setiap pekerjaan pasti ada bagian enak dan tidak enaknya. Betul? Kalau pas suasana bekerja sedang tenang, pekerjaan dapat diselesaikan dengan baik.....waah...ini dia yang namanya kita sedang berada pada the comfort zone...zona paling oye, zona santai....
Padahal sebenarnya comfort zone ini adalah keadaan antara menyenangkan sekaligus melenakan! Kalau kelamaan keenakan kita bisa terlena, akibatnya ide kreatif mandeg atau salah-salah melakukan hal salah tapi tidak ngeh karena terlena tadi....

Tapi..adakalanya beban kerja terasa begitu berat, iklim kerja terasa tidak kondusif, terjadi conflict of interest, sutris dan depresi! Nah..keadaan ini nih..yang bisa memicu keinginan untuk pingin pensiun!
Tapi, ngomong-ngomong...tahu nggak kalau pensiun dini itu menyehatkan tubuh?

Barusan saya baca artikel mini di Tempo terbitan minggu ketiga bulan ini, di situ diekspos bahwa berhenti dari pekerjaan membuat sakit punggung, depresi, sakit leher, asma dan stres lenyap!! Wah...wah...menarik bukan? Tapi masak sih?

Lanjutan artikel itu: dampak pensiun dini tadi tergantung pada tingkat ketidaknyamanan pekerjaan anda. Artinya, semakin tidak nyaman pekerjaan anda, semakin tinggi tekanan pekerjaan anda maka semakin sehat anda jika memutuskan untuk pensiun dini saja! Ooo...begitu.... Betul juga ya....soalnya memang enak sih tidak usah mikir yang berat-berat, tidak selalu ketakutan dimarahi bos, tidak selalu sebel mikir anak buah yang lelet....Bebas oi!

Yang perlu diingat, pensiun dini beda lho dengan keluar dari pekerjaan (apalagi tanpa pesangon) atau PHK...sama-sama tidak bekerja lagi, tapi dua yang terakhir malah bikin makin stres deh ya!

Bagaimana dengan dirimu, sob? Sedang berada dalam comfort zone?
Kalau saya, tertarik dengan bahwa pensiun dini itu menyehatkan. Dengan pensiun saya bisa bangun tidur dengan santai, selesai sholat subuh olah raga jalan kaki, dilanjut sarapan dengan menu misalnya nasi goreng gurih plus empal daging sapi. Setelahnya baca koran pagi di teras sambil menikmati hanyatnya sinar matahari, dilanjut priksa-priksa kebon, motret bunga-bunga yang mekar, panen pare....mengantar anak sekolah? bisa...ke pasar? ayo... Siang hari, kalau ngantuk ya tidur.....

Hanya persoalannya, bagaimana dalam keadaan pensiun dini tapi income tetap atau syukur-syukur bertambah?.....
Susah memang jadi orang, tak ade puasnye!



Rabu, November 18, 2009

rintik pagi...

Sejak subuh tadi, rintik hujan mulai turun membahasahi kebon dan halaman. Udara begitu dingin, langit kelabu tua, suasana terasa begitu sendu. Kalau menuruti kata hati, enak sekali bila masih bisa berteman guling, atau santai menyantap nasi goreng hangat dengan lauk empal sapi, membaca healine koran sampil menyeruput kopi krimer....

Tapi, ritme hidup tak bisa dikompromi...Tugas-tugas rutin menuntut untuk dijalani...akhirnya...yo wis! Tetap mandi pagi-pagi, melakukan ini melakukan itu, berangkat ke sana berangkat ke sini...sebagaimana sehari-hari...

Lalu lintas juga padat merayap, pertanda bahwa hujan dan langit muram...tak dapat memaksa orang-orang untuk berteman guling saja di rumah, bersantai sambil menikmati nasi goreng dan kopi!

Bagaimana pagimu hari ini, sob?

...

Rabu, November 11, 2009

pemula menghibur diri....


Sejatinya, hobi motret itu sudah saya punya sejak dulu kala. Ini dibuktikan dengan puluhan album yang berderet-deret, baik di rumah saya saat ini (menyimpan aneka memori saya bersama keluarga), maupun di rumah orang tua di Solo sana (yang menyimpan aneka kegiatan saya di masa remaja). Berbagai model kamera sudah pernah saya pegang, pertama kamera gaplek, yang masih menggunakan rol film dan setiap kali sehabis jepret harus ada yang diputar dulu dan berbunyi kreek..kreek..kreek.., kemudian kamera made in Jepun yang asli saya beli di sana saat punya kesempatan mengikuti pertukaran pelajar (kamera itu akhirnya rusak dan tidak bisa dibetulin setelah dipinjam teman Kuliah Kerja Nyata/KKN saya -makainya ngawur kalik, huh!), sampai ke kamera yang agak canggihan dikit yang sekarang menjadi andalan saya....(nikon nie...)

Meski perjalanan hobi ini cukup panjang, ternyata sebetulnya ada satu yang tidak berubah sejak dulu, yang tidak pernah saya bicarakan ke orang lain, tetapi kemudian saya memutuskan untuk membuat pengakuan di sini: yaitu......

Yaitu...bahwa dalam memotret, saya ini sebenarnya ngawur saja, saya tidak mengenal teori motret dengan baik, tidak memahami bagian-bagian kamera dan manfaatnya..tidak femilier dengan istilah rana, diafragma, aturan pencahayaan...Bagaimana memprogram kamera, jelas saya masih duduk di kelas pemula..

Saya suka memotret karena saya menikmati mengabadikan kenangan! kenangan akan kebersamaan, saat jalan-jalan, ingin menyimpan keindahan alam and so on and so on...Itu alasan utama saya! Kalau kemudian hasil potretan saya dari hari ke hari makin oye (weleh...weleh), itu semata karena makin canggihnya kamera saya dalam mengatur dirinya sendiri, saya tinggal intip dan jepret!, selebihnya otomatis!!


Hanya, yang memilukan hati, beberapa kenalan (yang saya tahu betul mereka adalah photographer sejati) mengomentari hasil jepretan saya dengan begitu antusias, memberikan masukan dengan serius...bahkan ada yang tega memujinya! Oh! Terus terang, pujian itu membuat saya panik dan minder...merasa kecut hati karena dikira mengerti betul fotografi...Saya coba berkali-kali memberikan pengakuan tersamar pada mereka "halo, saya tidak pinter fotografi lho, saya hanya memotret dengan hati!"...tapi mereka tak percaya...dan saya memendam terus perasaan tertekan dan teriris..karena sebetulnya semua ini adalah hasil kamera otomatis... hehe (kok malah ketawa)


Sampai akhirnya, saya menemukan artikel di Kompas terbit kemarin, yang berjudul "Memahami Empat Elemen Utama Foto" oleh Arbain Rambey. Artikel ini memberikan saya pencerahan, membebaskan saya dari rasa minder dan pilu, menimbulkan percaya diri sekaligus menumbuhkan kemauan untuk terus belajar. Dalam artikel itu ditulis, terdapat empat elemen pembentuk sebuah foto: pertama pencahayaan, kedua sudut pemotretan, ketiga komposisi dan keempat momen. Nah!, ternyata secanggih apapun seorang fotografer dalam memprogram kameranya...pada dasarnya dia hanya dapat bermain di ranah komponen pertama: pencahayaan! Sedangkan sudut pemotretan, komposisi dan momen... memerlukan kepekaan, kejelian, seni, juga diwarnai ciri khas pemotretnya!, bukan suatu yang berhubungan dengan apakah otomatisasi atau manuali...

Artinya, masing-masing komponen pada dasarnya hanya mempunyai andil 25%...Jadi selama ini saya membiarkan diri saya resah gara-gara tidak merasa diri menguasai 25% komponen yaitu mengatur pencahayaan. Saya mengabaikan kemampuan saya dalam jeli mengambil sudut pandang, memadu komposisi dan menangkap momen. Padahal pula, masalah pencahayaan ternyata bisa dan boleh saja diserahkan kepada sang kamera, biarkan dia menata diri sendiri, maksudnya ya itu tadi: otomatis, sehingga kita tinggal fokus ke tiga komponen yang lain. Enak to, oke to....


Akhir kesimpulan hati saya: betul juga ya....saya tetap bisa kok menghasilkan foto keren, meski dengan kamera otomatis! Tak usahlah saya berlagak atur ini itu dulu sebelum memotret, wong saya sebetulnya ya belum ngerti bener...kalau sok bergaya pinter begitu... malah waktu saya habis, momen bagus bisa lewat...dan ciri khas saya hilang tak berbekas, ciri khas motret dengan hati maksudnya, bukan dengan teori....Begitulah cara saya menghibur diri...


Anyway, by the way, saya janji kok tetap akan belajar teori...dikit-dikit dulu...




Untuk sudut pandang ini, saya memerlukan berjongkok, di pagi hari, menentang matahari...sebuah gambar melati air di kebon yang saya beri nama "almost transparent"

Sunyi, tak terdengar suatu apa. Kemana anak-anak? Ternyata mereka berada di belakang rumah, bermain api! ...."mlanding n fire", di halaman rumah Yangti, Solo, Lebaran lalu.


Libur bersama keluarga, nemu pemandangan langka "The six-packers", Kuta.

Jenang grendul kesukaan anak-anak kalau di Solo, suara khas mbok penjualnya "naaaa...ngin...duuuul"

Anggrek melengkung ayu bak pigura tujuhbelasan, "the purple moons"

Komposisi manis, harmonis: "sayang"




Selasa, November 03, 2009

memberi....

Tadi malam saya menonton acara tivi di knowledge channel. Alkisah ada seorang ibu muda (warga Inggris keturunan India) yang sukses dengan bisnisnya dan sekarang menjadi milyader. Hidup yang serba berkecukupan menjadikan dia ingin belajar model kehidupan yang lain. kemudian dia memutuskan untuk mengembara ke suatu daerah yang jauh dari tempat tinggalnya, menyamar menjadi orang bersahaja. Dengan berbekal uang seadanya, dia mencoba berbaur dengan masyarakat sekitar. Mendatangi beberapa organisasi sosial dan mendaftarkan diri sebagai sukarelawan. Dalam petualangan itu, dia tersentuh olah banyak hal: betapa dia menjumpai orang-orang sederhana tetapi mempunyai ketulus-ihlasan tinggi membantu sesama, membantu remaja-remaja putus sekolah, membantu orang-orang jompo...
Semua yang dia alami menggiringnya ke satu titik: akhirnya mengaku bahwa dia hanya berpura-pura menjadi relawan, kemudian menyampaikan bahwa dia akan menyumbang mereka!
Dengan berlinang air mata dia serahkan ratusan ribu ponsterling untuk masing-masing lembaga, yang diterima dengan terkejut dan penuh suka cita!
Sungguh ngiri saya pada kebahagiaan memberi yang terpancar dari wajah perempuan muda itu..
Apa ya yang saya bisa beri sementara saya bukan milyader?
Kemudian saya tersenyum,..ah saya punya pare!
Lho?



Tak mau kalah dengan si milyader tadi, saya juga punya kisah memberi. Kejadiannya hari Minggu yang lalu, saya bersama beberapa ibu tetangga sedang merubung abang tukang sayur ketika kemudian ada percakapan:
Ibu Juw: "Bang, bawa pare?"
Abang sayur: "Waduh, tadi ada dua bungkus, tapi udah laku..."
Ibu Juw: "Wah...gimana nih...anak saya yang sedang hamil kok ngidam pingin lalap pare rebus!"
Beruntung saya mendengar percakapan itu, beruntung saya langsung bereaksi cepat.
Saya: "Oh...ibu perlu pare? saya ada bu.....sebentar saya ambilkan ya bu..."
Ibu Juw: " Ah, jangan ngerepotin...saya ke pasar saja nanti..."
Saya: "Sama sekali tidak bu, ini pare panenan sendiri kok, metik sendiri di halaman..."
Ibu JUw: "Oya, wah tak nyangka jeng punya tanaman pare!"
Ibu Juw dengan mata berbinar dan syukur membawa pulang delapan buah pare...bakal lalap anak perempuannya yang ngidam...
Sore harinya, Ibu Juw khusus menjumpai saya untuk mengucapkan terimakasih "Anak saya seneng sekali, parenya seger dan manis karena asli baru dipetik....terimakasih ya jeng...."
Saya: "Iya...bu...lain kali kalau perlu lagi, masih banyak kok di pohon, malah ibu bisa petik sendiri juga....:

(Dalam hati saya, kebeneran banget ada yang begitu memerlukan pare saya ini...karena sejujurnya...saya juga sudah mulai kewalahan menghabiskan pare yang berproduksi terus setiap hari...pertanyaannya: apakah kalau saya belum bosen dengan pare itu kemudian kandungan ikhlas saya dalam memberi akan turun?.......bisa saja terjadi wahai ernut manusia biasa!....hiks...)